Oleh:
Alvi Darojaturrois
Detik-detik semesteran telah usai. Kini tibalah saatnya Murid MI Annashriyah menerima hasil belajar mereka. Beberapa wali murid yang mendapatkan undangan duduk rapi mendengarkan pengumuman dari Bapak Muthohir selaku kepala sekolah. Di barisan ketiga, terlihat sosok kecil dengan penampilan lugu duduk disamping seorang laki-laki penuh wibawa dan kasih sayang. Nama gadis itu adalah Nabila. Sedangkan sosok berwibawa yang duduk disamping Nabila adalah Pak Rahmat, ayahanda tercinta.
Tegang, semua wajah memandang ke depan mimbar. Dengan suara penuh wibawa, Pak Muthohir mengumumkan hasil ulangan semester 2. Nabila, gadis kelas dua ini tidak sabar untuk mendengarkan pengumuman. Ia merasa gugup dan takut. Denyut jantungnya seperti mau copot dan wajahnyapun pucat menahan rasa gugup. Pikirannya gusar dan tidak berkonsentrasi. Kakinya seolah ingin ke kamar mandi. Ia tidak tahan menunggu saat-saat yang begitu mencengangkan ini. Dengan sahabat tercintanya yang sedari tadi memilih untuk berdiri, Nabila dan Sintapun segera menuju kamar mandi.
”Mbak, kamu tidak diambilkan oleh bapakmu?”( tanya Nabila polos )
”Tidak, dik, kemarin bapakku tidak diberi undangan untuk datang.”
”Aku takut mbak, diantara teman satu kelas, hanya aku yang dipanggil Bu guru
dan diberi surat undangan untuk kedua orang tua. Aku benar-benar takut kalau ada masalah. Kamu tahu kan, kemarin aku ketakutan dan segera pulang? Soalnya, kemarin Irvan juga dipanggil Bu guru dan diberi surat undangan. Ternyata, dia dikeluarkan karena nakal. Sedangkan aku? Aku benar-benar tida tahu apa yang terjadi pada diriku. Aku tidak sanggup untuk kehilangan kesempatan belajar bersamamu, mbak. Aku takut kehilangan orang-orang yang aku cintai. Aku takut.”
( Sembari memeluk erat sahabat sejatinya yang setia setiap waktu )